Selasa, 16 Desember 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Zaini Djalil: Tanpa Status Bencana Nasional, Hak Korban Terancam Terabaikan

Zaini Djalil: Tanpa Status Bencana Nasional, Hak Korban Terancam Terabaikan

Senin, 15 Desember 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Kondisi rumah yang rusak usai banjir dan longsor. Foto: Diskominfo Aceh Tengah


DIALEKSIS.COM | Aceh - Praktisi hukum sekaligus mantan aktivis, Zaini Djalil, SH, menyoroti belum adanya kebijakan konkret dari pemerintah pusat dalam menangani bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh. 

Ia menilai kondisi pascabencana hingga kini masih belum menunjukkan kejelasan pola penanganan yang terstruktur dan berkelanjutan.

Zaini menyinggung kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Aceh yang telah dilakukan sebanyak tiga kali. Namun, menurutnya, kunjungan tersebut belum diikuti dengan pernyataan resmi ataupun kebijakan signifikan yang menjawab kebutuhan penanganan bencana secara menyeluruh.

“Tiga kali Presiden Prabowo ke Aceh, tapi tidak ada pernyataan ataupun kebijakan yang benar-benar signifikan terkait penanganan banjir bandang dan longsor yang kondisinya sangat parah dan sudah banyak menelan korban jiwa,” kata Zaini saat dihubungi Dialeksis, Senin (15/12/2025).

Ia menilai sebenarnya penetapan status bencana nasional belum terlambat untuk dilakukan. Menurut Zaini, sejak awal bencana terjadi, pemerintah pusat seharusnya sudah melihat tingkat keparahan situasi di lapangan.

“Dengan kondisi banjir yang sangat parah, sudah seharusnya diterapkan status bencana nasional. Pemerintah memang perlu kehati-hatian, tetapi melihat fakta di lapangan, syarat penetapan bencana nasional itu sudah terpenuhi,” ujarnya.

Zaini menjelaskan, berdasarkan ketentuan undang-undang, penetapan status bencana nasional dapat dilakukan apabila bencana berdampak luas lintas wilayah. Ia menyebutkan bencana banjir bandang dan longsor ini tidak hanya terjadi di satu daerah, tetapi mencakup tiga provinsi antarprovinsi, sehingga secara hukum telah memenuhi syarat.

“Cakupan wilayahnya lintas provinsi, situasi di lapangan sangat parah, dan dampaknya besar terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Secara yuridis, semua ketentuan undang-undang sudah terpenuhi,” kata dia.

Menurut Zaini, penetapan status bencana nasional tidak boleh dimaknai sebatas masa tanggap darurat. Ia menekankan pentingnya keberlanjutan penanganan pascabencana melalui rehabilitasi dan rekonstruksi secara menyeluruh.

“Desakan agar ditetapkan sebagai bencana nasional bukan hanya untuk masa tanggap darurat, tapi juga pasca tanggap darurat. Harus ada rehabilitasi dan rekonstruksi semua lini, baik sosial kemasyarakatan maupun pembangunan di Aceh,” ujarnya.

Ia mengingatkan, apabila pemerintah pusat tidak segera menetapkan status bencana nasional dan tidak memiliki pola penanganan yang jelas, maka dampak sosial akan semakin melebar. Hak-hak korban bencana berpotensi tidak terpenuhi, dan kondisi perekonomian Aceh dikhawatirkan akan semakin terpuruk.

“Ketimpangan sosial bisa terjadi, hak korban terabaikan, dan yang paling mengkhawatirkan adalah ekonomi Aceh akan semakin jatuh. Semua pihak sudah meminta agar status bencana nasional segera ditetapkan,” kata Zaini.

Ia pun meminta Presiden Prabowo untuk mendengarkan jeritan para korban serta desakan publik yang terus menguat.

“Sebagai presiden, Prabowo seharusnya mendengarkan jeritan korban dan suara publik agar segera menetapkan status bencana nasional,” ujarnya.

Selain kepada pemerintah pusat, Zaini juga mendesak Pemerintah Aceh agar lebih proaktif dalam mengoordinasikan penanganan pascabencana. Ia meminta agar pemerintah provinsi segera duduk bersama para pimpinan daerah kabupaten dan kota untuk melakukan evaluasi menyeluruh.

“Pemerintah Aceh harus cepat menggelar rapat bersama kepala daerah kabupaten dan kota untuk evaluasi, komunikasi, dan koordinasi terkait dampak serta tindak lanjut pascabencana,” katanya.

Ia menekankan pentingnya peran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang harus rutin dilakukan agar penanganan bencana banjir bandang dan longsor di Aceh dapat dimaksimalkan.

“Rapat Forkopimda wajib dilakukan secara rutin supaya semua pihak memahami kondisi riil di lapangan dan penanganan bencana bisa lebih optimal,” ujar Zaini. [ra]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI