Senin, 27 Oktober 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Korban HAM di Aceh Desak Presiden Prabowo Tunaikan Janji Pemulihan

Korban HAM di Aceh Desak Presiden Prabowo Tunaikan Janji Pemulihan

Minggu, 26 Oktober 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Aktivis HAM, Farhan Syamsuddin. Foto: for Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Desakan untuk menuntaskan pemulihan hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Aceh kembali menggema. Para korban dan aktivis HAM mendesak pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh agar tidak menunda lagi penyelesaian yang sudah terlalu lama tertunda.

Salah satu suara yang paling lantang datang dari Farhan Syamsuddin, seorang anak korban pelanggaran HAM berat di Aceh yang kini menjadi aktivis HAM dan aktif mendampingi Komnas HAM RI. 

Ia menyerukan permohonan terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto agar menepati komitmen penyelesaian kasus-kasus lama dan memastikan korban mendapatkan pemulihan menyeluruh.

“Kami memohon kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk benar-benar serius. Ini bukan soal janji politik, tapi soal kemanusiaan,” ujar Farhan, Minggu.

Farhan menegaskan, pemulihan tidak boleh berhenti pada kompensasi materi. Negara, kata dia, juga harus hadir untuk memulihkan sisi psikologis, sosial, dan martabat korban.

“Banyak korban masih hidup dalam trauma dan stigma. Mereka butuh pengakuan dan dukungan nyata dari negara,” tambahnya.

Selain pemerintah pusat, Farhan juga menyoroti tanggung jawab Pemerintah Aceh dalam memastikan program pemulihan berjalan efektif dan merata. Ia meminta agar pemerintah daerah tidak sekadar menjadi penonton dalam proses yang menyangkut warganya sendiri.

“Pemerintah Aceh harus mengawasi dan memastikan setiap korban mendapatkan haknya tanpa terkecuali,” katanya.

Seruan itu muncul di tengah harapan agar mekanisme pemulihan nonyudisial yang pernah dijalankan pemerintah sebelumnya dapat dilanjutkan dan diperkuat di bawah kepemimpinan baru.

Farhan juga meminta Komisi XIII DPR RI yang memiliki mandat dalam bidang hukum dan hak asasi manusia, untuk memainkan peran pengawasan secara ketat. 

Ia berharap parlemen menjadi mitra kritis yang mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam pemenuhan hak-hak korban.

“Kami percaya, dengan pengawasan yang kuat, janji-janji itu tidak akan kembali menguap begitu saja,” ujarnya.

Pernyataan Farhan menjadi pengingat bahwa luka masa lalu belum sepenuhnya sembuh. Pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat, terutama di Aceh, masih menjadi utang sejarah yang menunggu pelunasan. Kini, sorotan publik tertuju pada Presiden Prabowo, Pemerintah Aceh, dan DPR RI--apakah mereka sungguh siap menuntaskan warisan kelam itu dan mengembalikan martabat para korban.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI