Rabu, 29 Oktober 2025
Beranda / Politik dan Hukum / GeRAK Ungkap Tiga Pola Penyimpangan Kasus Korupsi Beasiswa Aceh Rp420 Miliar

GeRAK Ungkap Tiga Pola Penyimpangan Kasus Korupsi Beasiswa Aceh Rp420 Miliar

Selasa, 28 Oktober 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh membongkar secara menyeluruh jaringan pelaku di balik dugaan skandal korupsi beasiswa Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh dengan nilai mencapai Rp420 miliar. Kasus ini kini telah masuk dalam tahap penyidikan oleh pihak kejaksaan.

Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, menegaskan bahwa dugaan korupsi beasiswa tersebut bukanlah sekadar bentuk kelalaian birokrasi, melainkan kejahatan terencana yang disusun secara sistematis sejak tahap perencanaan program.

“Ini bukan kesalahan administratif biasa. Ini kejahatan yang sudah dirancang sejak awal dengan tujuan memperkaya diri melalui penyalahgunaan jabatan dan kewenangan. Dana beasiswa yang bersumber dari APBA justru dijadikan ladang keuntungan,” ujar Askhalani kepada wartawan dialeksis.com, Selasa (28/10/2025).

Menurutnya, kasus ini memperlihatkan pola korupsi yang berulang. Ia menyebut bahwa praktik serupa pernah terjadi pada kasus korupsi beasiswa tahun 2017 yang hingga kini belum tuntas, namun kini muncul kembali dengan modus baru dan nilai anggaran yang jauh lebih besar.

“Kasus lama belum selesai, tapi mereka berani mengulang perbuatan yang sama. Ini bukti bahwa sistem pengawasan kita gagal dan ada budaya korupsi yang belum diberantas di tubuh lembaga publik,” tegasnya.

GeRAK Aceh menemukan sedikitnya tiga pola utama penyimpangan dalam pengelolaan beasiswa BPSDM Aceh. Pertama, adanya kerja sama fiktif antara BPSDM Aceh dan pihak ketiga untuk program beasiswa luar negeri yang tidak pernah terealisasi.

Kedua, ditemukan data penerima beasiswa di sejumlah kampus di Aceh yang ternyata tidak memiliki mahasiswa penerima alias data palsu.

Ketiga, adanya perjanjian kerja sama dengan lembaga nonpemerintah yang disinyalir hanya dijadikan alat untuk menarik keuntungan pribadi.

“Pola-pola ini memperlihatkan bagaimana korupsi dijalankan secara sistematis. Ada persekongkolan antara penyelenggara, pihak ketiga, dan penerima yang turut menikmati aliran dana,” ungkap Askhalani.

Ia menambahkan, skandal kali ini justru lebih berbahaya dibandingkan kasus sebelumnya karena sumber anggarannya bukan berasal dari dana aspirasi DPR Aceh, melainkan dari program reguler BPSDM periode 2021-2024.

“Secara aturan, programnya tidak bermasalah. Tapi perilaku pejabatnya yang merusak sistem. Ini bukan korupsi insidental, melainkan korupsi yang dirancang secara sadar dan terencana,” ujarnya lagi.

GeRAK Aceh mengidentifikasi sedikitnya tiga unsur utama dalam dugaan komplotan korupsi tersebut, yaitu pihak penyelenggara di BPSDM Aceh, pihak ketiga sebagai mitra kerja, serta penerima beasiswa yang ikut menikmati dana secara tidak sah.

“Lembaganya mengambil keuntungan, mahasiswa menerima jatah tanpa hak, sementara pejabat penyelenggara BPSDM menerima cashback. Ini jelas praktik korupsi berjamaah,” kata Askhalani.

Askhalani meminta agar Kejati Aceh agar menelusuri aktor intelektual dan skenario besar di balik praktik korupsi yang merugikan keuangan negara ini.

“Kami mendesak Kejati Aceh untuk berani membongkar seluruh rantai dan siklusnya. Jangan hanya yang di bawah, tapi juga otak dan perencana utamanya. Ini bukan kasus biasa, melainkan praktik korupsi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan berulang,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI