Senin, 15 Desember 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Dewan Profesor USK Surati Presiden, Desak Buka Bantuan Internasional untuk Aceh

Dewan Profesor USK Surati Presiden, Desak Buka Bantuan Internasional untuk Aceh

Senin, 15 Desember 2025 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Surat terbuka dari Dewan Profesor Universitas Syiah Kuala (USK) kepada Presiden Republik Indonesia terkait dengan penanganan pascabencana Banjir dna longsor di Aceh. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dewan Profesor Universitas Syiah Kuala (USK) secara resmi menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto terkait urgensi percepatan akses dan penguatan koordinasi logistik bantuan kemanusiaan internasional menyusul bencana hidrometeorologi besar yang melanda wilayah Sumatera, khususnya Aceh, pada akhir November 2025.

Dilansir media dialeksis.com pada Senin, 15 Desember 2025, dalam surat terbuka yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Profesor USK, Prof. Dr. Ir. Izarul Machdar, M.Eng, Dewan Profesor USK memaparkan data mutakhir berdasarkan laporan BNPB dan media nasional. 

Jumlah korban jiwa tercatat mencapai sekitar 1.006 orang yang tersebar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, dengan ratusan lainnya masih dinyatakan hilang atau mengalami luka-luka.

Selain itu, ratusan ribu warga terpaksa mengungsi, sementara puluhan ribu rumah, fasilitas umum, dan infrastruktur dasar rusak atau hancur akibat banjir bandang dan longsor.

Di Provinsi Aceh, kondisi menjadi semakin kompleks. Tercatat 332 titik jembatan mengalami kerusakan, ribuan fasilitas pendidikan, layanan kesehatan, rumah ibadah, dan fasilitas umum lainnya ikut terdampak. Akibatnya, akses transportasi dan komunikasi terputus di banyak wilayah.

“Banyak daerah kini terisolasi secara logistik. Jalur darat terputus, jaringan komunikasi terganggu, listrik padam berkepanjangan. Ini membuat distribusi bantuan dan proses penyelamatan berjalan sangat lambat,” jelas Prof. Izarul.

Menurut Prof. Izarul, pemadaman listrik yang meluas tidak hanya menghambat tanggap darurat, tetapi juga melumpuhkan aktivitas ekonomi lokal, mengganggu operasional fasilitas kesehatan, serta memperburuk kondisi pengungsi.

Gangguan jaringan telekomunikasi turut memperparah situasi. Layanan seluler belum berfungsi optimal dan akses internet sangat terbatas, sehingga koordinasi antar-tim penyelamat dan pendataan korban menjadi tidak maksimal.

“Dalam situasi darurat, listrik dan komunikasi adalah tulang punggung. Tanpa keduanya, logistik bantuan tidak akan pernah efektif,” tegasnya.

Melihat kompleksitas persoalan tersebut, Dewan Profesor USK melalui surat terbuka itu mengajukan 11 rekomendasi strategis kepada Presiden RI, di antaranya, percepatan pembukaan akses transportasi utama seperti bandara, pelabuhan, dan jalan raya untuk masuknya bantuan internasional. Penetapan status darurat bencana nasional yang komprehensif dan pembentukan Humanitarian Logistics Coordination Center di Aceh yang melibatkan BNPB, kementerian terkait, pemerintah daerah, TNI/Polri, serta perwakilan lembaga internasional.

Penyederhanaan prosedur perizinan dan bea cukai bagi organisasi kemanusiaan internasional seperti WHO, UNICEF, UNDP, IFRC, dan IOM. Pengaktifan sistem pelacakan logistik terpadu agar distribusi bantuan bisa dipantau secara real-time. Penetapan titik konsolidasi logistik (staging areas) di wilayah strategis seperti Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Bener Meriah.

Percepatan pemulihan listrik, telekomunikasi, dan akses darat yang terputus. Penyediaan transportasi darat, laut, dan udara termasuk helikopter untuk menjangkau wilayah terisolasi. Hingga penegasan komitmen transparansi dan akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan.

“Semua rekomendasi ini bertujuan satu, menyelamatkan nyawa dan mencegah krisis kemanusiaan berkepanjangan,” kata Prof. Izarul.

Prof. Izarul juga menyoroti fakta bahwa meski Pemerintah Aceh telah mengajukan permintaan bantuan kepada lembaga PBB seperti UNDP dan UNICEF, mekanisme penerimaan bantuan internasional dari pemerintah pusat dinilai belum diaktifkan secara penuh.

“Alasan bahwa kemampuan nasional masih cukup perlu dilihat secara objektif. Fakta di lapangan menunjukkan kebutuhan yang sangat besar dan mendesak, terutama untuk peralatan medis, pangan, dan perlindungan bagi kelompok rentan,” ujarnya.

Kondisi ini, lanjutnya, diperparah oleh potensi cuaca ekstrem yang masih akan berlanjut sebagaimana peringatan BMKG, sehingga respons cepat dan terkoordinasi menjadi kunci utama.

Prof. Izarul menegaskan bahwa surat terbuka ini bukan bentuk kritik semata, melainkan ajakan kolaborasi nasional dan internasional demi kemanusiaan.

Dewan Profesor Universitas Syiah Kuala berharap Presiden Republik Indonesia dapat mengambil kebijakan strategis dan progresif, agar penderitaan masyarakat terdampak bencana dapat segera diringankan dan proses pemulihan berjalan lebih efektif.

“Sebagai akademisi, kami merasa terpanggil untuk menyuarakan fakta dan solusi berbasis data. Ini adalah momentum bagi negara untuk menunjukkan kepemimpinan kemanusiaan yang tegas, cepat, dan transparan,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI