DIALEKSIS.COM | Meulaboh - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), berkolaborasi dengan BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Teuku Umar (UTU) menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bersama kelompok nelayan tradisional Desa Meureubo, Aceh Barat.
Kegiatan yang berlangsung pada Jumat (26/9/2025) di Balai Pertemuan Nelayan Desa Meureubo ini menjadi langkah awal dari program Pemberdayaan Masyarakat oleh BEM dengan mengusung tema “Hilirisasi Teknologi BuDar (Bubu Dasar) Ramah Lingkungan Berbasis Sumber Daya Lokal untuk Meningkatkan Hasil Tangkapan dan Mengurangi Destructive Fishing Nelayan Tradisional Desa Meureubo.”
FGD ini turut menghadirkan para akademisi UTU, yakni Dr. M. Rizal, S.Pi., M.Si., Afdhal Fuadi, S.Pi., M.Si., dan Rusdi, S.H.I., M.M., serta dihadiri oleh aparatur Desa Meureubo, Ketua dan anggota KUB Nelayan Mandiri, perwakilan KUB Semangat Nelayan dan KUB Kuala Meureubo, serta tim mahasiswa pelaksana program.
Ketua Pelaksana Program, Dr. Muhammad Rizal, dalam sambutannya menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan wujud nyata keterlibatan mahasiswa dalam mengabdi kepada masyarakat.
Ia menyampaikan apresiasi kepada mahasiswa yang berhasil membawa program ini hingga memperoleh pendanaan dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) Kemendikti Saintek 2025.
“Program ini adalah bukti nyata bahwa mahasiswa tidak hanya belajar di ruang kelas, tetapi juga hadir untuk memberi solusi bagi masyarakat. Terima kasih kepada adik-adik BEM yang sudah berjuang mengusulkan program ini dan kepada para nelayan yang bersedia menjadi mitra dalam pelaksanaannya,” ujar Rizal.
Dukungan penuh datang dari para nelayan. Ketua KUB Nelayan Mandiri menyampaikan rasa terima kasih dan antusiasmenya.
“Kami merasa bangga Desa Meureubo dipilih sebagai lokasi pengabdian. Insya Allah, kelompok kami siap berpartisipasi penuh dan mendukung kegiatan ini selama tiga bulan ke depan. Harapan kami, BuDar bisa benar-benar menjadi solusi bagi nelayan tradisional,” ungkapnya.
Dalam diskusi, Afdhal Fuadi menjelaskan bahwa FGD ini merupakan tahap awal untuk menyamakan persepsi antara tim akademisi, mahasiswa, dan nelayan terkait implementasi teknologi BuDar.
“BuDar adalah bubu dasar ramah lingkungan yang berbasis sumber daya lokal. Melalui alat ini, nelayan bisa meningkatkan hasil tangkapan tanpa merusak ekosistem laut. Dalam FGD ini, kami membahas alat dan bahan yang digunakan, jadwal pelatihan, lokasi kegiatan, hingga rencana monitoring dan evaluasi,” jelasnya.
Program Pemberdayaan Masyarakat oleh BEM ini tidak hanya berhenti pada FGD. Dalam tiga bulan mendatang, sejumlah rangkaian kegiatan akan digelar, di antaranya edukasi dan sosialisasi pengenalan teknologi BuDar berbasis lokal. Workshop pembuatan BuDar oleh nelayan dengan pendampingan tim mahasiswa dan dosen.
Selain itu, Workshop pengoperasian BuDar di perairan Aceh Barat. Pelatihan perawatan dan perbaikan BuDar agar berdaya guna jangka panjang. Workshop pemanfaatan GPS untuk membantu nelayan menentukan daerah tangkapan ikan yang efektif. Workshop pembuatan rumpon dasar sebagai alat bantu penangkapan ikan. Monitoring dan evaluasi keberlanjutan program.
Monitoring dilakukan untuk memastikan teknologi ini benar-benar diterima nelayan, sementara evaluasi akan membantu memperbaiki kekurangan sehingga program dapat berlanjut lebih optimal di masa depan.
Program ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem perikanan yang lebih sejahtera dan berkelanjutan di Aceh Barat. Kehadiran BuDar diyakini dapat menjadi alternatif bagi nelayan tradisional untuk beralih dari praktik penangkapan ikan yang merusak menuju metode yang lebih ramah lingkungan.
Melalui kolaborasi mahasiswa, dosen, pemerintah desa, dan kelompok nelayan, Desa Meureubo berpeluang menjadi contoh sukses pemberdayaan masyarakat pesisir berbasis inovasi teknologi lokal. [*]