DIALEKSIS.COM | Jakarta - Harga telur kembali melonjak di pasar hingga tembus Rp35.000 per kilogram, namun para peternak menegaskan bahwa kenaikan tidak terjadi di tingkat peternak.
Ketua Presidium Pinsar Petelur Nasional Yudianto Yosgiarso menegaskan bahwa harga telur di kandang tetap stabil di Rp24.000 - Rp26.500/kg, sesuai harga acuan pemerintah.
“Kami menjual di kisaran Rp24.000-Rp26.500. Tidak pernah naik. Kalau harga di pasar melonjak, siapa yang bermain?” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima pada Kamis (20/11/2025).
Menurut Yudianto, produksi nasional surplus 6,4-6,5 juta ton, sehingga tidak ada alasan pasokan disebut sebagai penyebab mahalnya harga di pasar. Ia juga menyebut bantuan SPHP jagung dari Kementan sejak Oktober menekan biaya pakan dan menjaga stabilitas harga.
Ketua Koperasi Berkah Telur Blitar Yesi menyampaikan hal serupa. Ia menilai lonjakan harga terjadi di mata rantai perantara. “Kami tidak pernah jual mahal. Kalau di pasar sampai Rp35.000, itu bukan dari kami. Middleman yang memainkan,” tegasnya.
Yesi menyebut 95% distribusi telur masih dikuasai perantara, sehingga peternak tidak punya ruang menentukan harga. “Margin middleman kadang tidak wajar. Tapi peternak yang dituduh penyumbang inflasi,” katanya.
Ia meminta pemerintah memperketat pengawasan perdagangan agar harga di konsumen tidak terus melambung.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengapresiasi konsistensi peternak menjaga harga acuan. Ia memastikan kenaikan harga telur di pasar bersifat sementara.
“Kenaikannya sedikit dan dalam waktu dekat insyaallah turun. Apalagi harga DOC sudah turun dari Rp14.000 menjadi Rp11.500,” kata Amran. [red]