DIALEKSIS.COM | Jakarta - Utilisasi industri keramik tableware dan glassware nasional masih tertahan di kisaran 50 persen akibat derasnya produk impor. Pemerintah menilai kondisi ini perlu direspons dengan penguatan daya saing dan kebijakan strategis agar kapasitas produksi dalam negeri bisa dimaksimalkan.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, meski struktur industrinya kuat dan berbasis sumber daya lokal, tekanan impor masih terasa signifikan di pasar domestik.
“Rendahnya utilisasi ini karena gempuran produk impor masih mengganggu industri dalam negeri kita,” ujar Agus.
Sepanjang 2024, kapasitas terpasang industri keramik tableware mencapai 250 ribu ton dengan utilisasi sekitar 52%. Pangsa pasar domestik tercatat 78%, namun konsumsi per kapita dinilai masih rendah. Sementara itu, subsektor glassware memiliki kapasitas 740 ribu ton per tahun dengan utilisasi 51% dan pangsa pasar domestik 65%. Ekspor glassware mencapai USD 97 juta atau 128 ribu ton, terutama ke Filipina, Brasil, dan Vietnam.
Menurut Agus, peluang pasar domestik dan ekspor masih terbuka lebar, tetapi risiko lonjakan impor perlu diantisipasi. “Kita harus waspada terhadap penetrasi bahkan lonjakan impor produk sejenis ke depan,” tegasnya.
Untuk menjaga iklim usaha, Kemenperin menyiapkan sejumlah kebijakan, mulai dari penerapan SNI wajib, kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) USD 7 per MMBTU, sertifikasi halal sesuai PP No. 42/2024, hingga program P3DN. Ia juga meminta pelaku industri melaporkan dugaan pelanggaran standar.
“Produk impor ilegal tidak ber-SNI bahkan bisa masuk ke meja pemerintah. Ini harus ditindak,” kata Agus.
Ke depan, pemerintah mendorong industri keramik dan kaca mempercepat transformasi melalui efisiensi produksi, digitalisasi pabrik, penerapan green technology, serta inovasi desain beridentitas Indonesia dalam kerangka Making Indonesia 4.0. [red]