DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh kembali mengatakan dukungan internasional sangat penting dalam mempercepat penanganan darurat bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Aceh.
Langkah ini dinilai krusial mengingat besarnya skala bencana, tingkat kerusakan, serta keterbatasan akses di beberapa daerah yang hingga kini masih terisolasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, di Pusat Informasi dan Media Center Komdigi Wilayah Aceh, Kamis (11/12/2025).
Menurut MTA, Gubernur Aceh dalam berbagai kesempatan secara konsisten menyuarakan pentingnya percepatan pembukaan akses bantuan internasional.
Pemerintah Aceh menilai bahwa dukungan internasional bukan hanya sekadar pilihan, tetapi kebutuhan mendesak untuk memperkuat kemampuan pemerintah daerah dalam memberikan pertolongan cepat kepada masyarakat terdampak.
“Gubernur berharap pintu bantuan internasional bisa dibuka. Kalau ada kekhawatiran tertentu, itu bisa diatasi dengan klasifikasi kluster. Misalnya, NGO tertentu bisa masuk lebih dulu untuk membantu penanganan darurat, sanitasi, kesehatan, atau kebutuhan dasar pengungsi,” ujar MTA.
MTA menegaskan, kehadiran lembaga bantuan internasional tidak akan menggantikan peran lembaga nasional seperti BNPB, Basarnas, TNI, Polri, atau Pemerintah Aceh.
Sebaliknya, dukungan tersebut akan memperkuat upaya yang sedang dilakukan bersama dalam kerangka respons cepat terhadap kondisi darurat.
“Tim internasional bisa membackup kerja-kerja kita di lapangan. Yang penting terstruktur dalam kluster penanggulangan bencana sehingga tetap sejalan dengan kebijakan nasional,” ungkapnya.
Menurutnya, dengan pendekatan kluster, setiap organisasi internasional dapat ditempatkan sesuai bidang keahlian mulai dari logistik, kesehatan, sanitasi, hingga dukungan teknis untuk pencarian dan pertolongan. Skema ini dinilai efektif untuk menghindari tumpang tindih peran dan memastikan bantuan tepat sasaran.
Terkait dorongan untuk menetapkan bencana Aceh sebagai bencana nasional, MTA menegaskan bahwa Pemerintah Aceh tidak berada pada posisi menentukan status tersebut. Keputusan sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat melalui Presiden.
“Untuk status bencana nasional, kita serahkan sepenuhnya kepada Presiden. Yang jelas pemerintah pusat sudah memberikan prioritas tinggi untuk Aceh saat ini,” katanya.
Namun demikian, MTA mengingatkan bahwa penetapan status bukanlah hal paling mendesak yang harus segera diambil. Menurutnya, yang jauh lebih penting saat ini adalah memastikan suplai bantuan terus mengalir dan operasi penyelamatan tidak tertunda.
MTA menekankan bahwa kondisi masyarakat di wilayah-wilayah terdampak sangat membutuhkan dukungan ekstra.
Banyak lokasi yang masih sulit dijangkau akibat kerusakan infrastruktur, putusnya akses jalan, serta terbatasnya sumber daya di lapangan
“Yang paling penting bagi kami adalah percepatan bantuan internasional untuk tahap darurat. Itu yang sangat dibutuhkan masyarakat sekarang,” tegasnya.
Ia mengungkapkan bahwa Pemerintah Aceh, bersama BNPB, Basarnas, TNI, Polri, dan berbagai NGO lokal, terus bekerja siang dan malam untuk membuka akses serta menyalurkan bantuan dasar. Namun kapasitas yang ada masih belum cukup untuk menangani dampak bencana berskala besar.
Pemerintah Aceh berharap pemerintah pusat dapat segera mempertimbangkan percepatan mekanisme izin bagi bantuan internasional, khususnya yang berkompeten dalam operasi kemanusiaan tahap darurat.
MTA juga menekankan bahwa percepatan ini akan sangat menentukan kualitas dan kecepatan pemulihan masyarakat Aceh dalam beberapa pekan ke depan.
“Kami percaya dukungan internasional yang terstruktur dan terkoordinasi dengan baik akan mempercepat pemulihan Aceh. Yang paling penting bagi kami adalah kebutuhan masyarakat dapat segera terpenuhi,” tutupnya. [nh]