Minggu, 07 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Layanan Kesehatan Aceh Tamiang Lumpuh, Dekan FK USK: Perlu Penanganan Ekstra Cepat

Layanan Kesehatan Aceh Tamiang Lumpuh, Dekan FK USK: Perlu Penanganan Ekstra Cepat

Sabtu, 06 Desember 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (FK USK), Dr. dr. Safrizal Rahman, M.Kes., Sp.OT. Foto: Nora/Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bencana banjir besar yang melanda Aceh melumpuhkan sistem pelayanan kesehatan di Kabupaten Aceh Tamiang secara hampir total. Kondisi ini memicu keprihatinan mendalam dari berbagai kalangan, termasuk dunia akademik dan kesehatan.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (FK USK), Dr. dr. Safrizal Rahman, M.Kes., Sp.OT., mengatakan bahwa situasi layanan kesehatan di Aceh Tamiang saat ini berada dalam kondisi sangat darurat dan membutuhkan penanganan cepat serta terkoordinasi.

“Kerusakan akibat banjir di Kabupaten Aceh Tamiang ini luar biasa hebat. Kalau boleh saya katakan, hampir 90 persen wilayah Aceh Tamiang disapu oleh banjir, termasuk fasilitas layanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas,” ujar Safrizal kepada media dialeksis.com, Sabtu, 6 Desember 2025.

Ia menggambarkan kondisi Rumah Sakit di Aceh Tamiang yang secara fisik masih berdiri, namun tidak dapat difungsikan sama sekali karena seluruh bagian bangunan terendam air. Peralatan medis rusak, instalasi listrik mati, dan sistem pelayanan lumpuh total.

“Rumah sakitnya ada, gedungnya berdiri, tetapi tidak berfungsi. Semua bagian terendam air. Untuk menghidupkan kembali rumah sakit ini dalam waktu singkat tentu sangat berat,” jelasnya.

Dalam kondisi darurat seperti saat ini, konsentrasi layanan kesehatan sementara dialihkan ke Kota Langsa, yang fasilitas kesehatannya relatif lebih cepat pulih. Safrizal menilai kebijakan tersebut bukanlah langkah yang keliru.

“Tim-tim kesehatan saat ini memang banyak berkonsentrasi di Langsa karena lebih cepat bisa difungsikan rumah sakitnya. Ini bukan perencanaan yang salah,” ungkapnya.

Namun ia mengingatkan, meskipun layanan sementara terpusat di Langsa, upaya menghidupkan kembali layanan kesehatan di Aceh Tamiang tidak boleh diabaikan.

“Tamiang ini tetap harus menjadi prioritas. Kita ini negara besar, dan pelayanan kesehatan adalah hak dasar rakyat. Pasien di Tamiang jumlahnya sangat banyak dan mereka butuh pelayanan sekarang juga,” tegas Safrizal.

Safrizal mengatakan bahwa persoalan kesehatan pascabanjir bukan hanya soal korban luka, tertusuk kayu, atau cedera fisik akibat terseret arus. Lebih dari itu, ada persoalan serius yang mengintai kelompok pasien penyakit kronis.

“Kita bukan hanya bicara tentang orang-orang yang berdarah, luka, tertusuk kayu karena banjir. Tapi kita juga berbicara tentang orang-orang yang putus obat, pasien penyakit kronis, termasuk pasien cuci darah yang sekarang tidak tahu harus ke mana untuk mendapatkan layanan,” katanya.

Menurutnya, ancaman terbesar justru datang dari kelompok pasien yang membutuhkan perawatan rutin, seperti penderita gagal ginjal, diabetes, hipertensi, ibu hamil dengan risiko tinggi, hingga pasien dengan kebutuhan obat harian.

“Kalau ini tidak segera ditangani, dampaknya bisa jauh lebih fatal dibanding luka fisik akibat banjir,” ujar Safrizal.

Menghadapi situasi yang sangat kompleks ini, Safrizal mengusulkan strategi darurat apabila rumah sakit di Tamiang belum bisa diaktifkan dalam waktu dekat. 

Menurutnya, pemerintah bersama seluruh unsur terkait harus menurunkan sebanyak mungkin tim medis bergerak.

“Kalau tidak bisa mengaktifkan rumah sakit dalam waktu dekat, maka strateginya adalah menyiapkan sebanyak mungkin tim yang akan menyapu setiap sudut Tamiang. Mereka harus aktif mencari pasien-pasien yang membutuhkan layanan kesehatan,” jelasnya.

Pasien-pasien yang ditemukan di lapangan, lanjut Safrizal, harus segera dievakuasi ke rumah sakit di Langsa atau wilayah lain yang masih bisa memberikan layanan.

“Ini tentu harus dibarengi dengan mobilisasi ambulans secara besar-besaran di Kabupaten Tamiang. Jangan sampai ada pasien yang butuh pertolongan tapi tidak bisa bergerak karena terkendala akses transportasi,” tegasnya.

Safrizal juga menekankan bahwa upaya pemulihan layanan kesehatan ini tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. 

Pemerintah daerah, pemerintah provinsi, Kementerian Kesehatan, TNI-Polri, relawan, perguruan tinggi, dan organisasi kemanusiaan harus bergerak dalam satu komando yang jelas dan terkoordinasi.

“Ini kerja besar. Tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri. Semua harus bergerak bersama demi keselamatan masyarakat Aceh Tamiang,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa lambannya pemulihan layanan kesehatan dapat berisiko memunculkan krisis kesehatan baru, seperti wabah penyakit pascabanjir, malnutrisi, dan meningkatnya angka kematian pada kelompok rentan.

Di akhir keterangannya, Safrizal berharap pemerintah benar-benar menjadikan pemulihan layanan kesehatan di Aceh Tamiang sebagai prioritas utama, setara dengan pemulihan infrastruktur dan ekonomi.

“Kesehatan ini urat nadi kehidupan masyarakat. Kalau layanan kesehatan pulih, maka harapan masyarakat juga akan ikut pulih,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI