DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh bersama Pemerintah Aceh menyelenggarakan Pre-Event Aceh Waqaf Summit secara hybrid di Balee Meuseuraya Aceh, Kamis (25/9/2025).
Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Meuseuraya Festival 2025 yang mengusung semangat inovasi dan kolaborasi dalam memperkuat ekonomi syariah di Tanah Rencong.
Dengan mengangkat tema “Mengarusutamakan Wakaf dalam Pembangunan Aceh”, forum ini menjadi ruang strategis mendorong wakaf sebagai instrumen pembangunan sosial ekonomi yang berkeadilan, inklusif, dan berkelanjutan. Lebih dari 150 peserta hadir, mulai dari lembaga nazhir, Baitul Mal, perbankan syariah, akademisi, pelaku UMKM, tokoh masyarakat, hingga media.
Turut hadir Staf Ahli Gubernur Aceh Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik, Drs. Mahdi Efendi, mewakili Gubernur Aceh, dan sejumlah pejabat daerah dan tokoh wakaf nasional. Dari Jakarta, Dr. Dadang Muljawan, Kepala Grup Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, bergabung secara daring.
Acara dibuka oleh Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Hertha Bastiwan, yang menegaskan komitmen BI Aceh dalam mendukung pengembangan wakaf produktif.
“Bank Indonesia Aceh melihat wakaf sebagai potensi besar dalam membangun ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Kami siap mendukung inisiatif strategis yang lahir dari kolaborasi lintas sektor,” ujarnya.
Sejalan dengan itu, Drs. Mahdi Efendi menegaskan, Pemerintah Aceh telah menetapkan arah kebijakan baru yang menjadikan wakaf sebagai pilar utama pembangunan daerah.
“Wakaf bukan hanya instrumen keagamaan, tetapi juga instrumen pembangunan. Pemerintah Aceh berkomitmen menjadikan wakaf sebagai fondasi dalam RPJMA 2025“2029,” tegasnya.
Dari sisi otoritas moneter, Dr. Dadang Muljawan menekankan pentingnya literasi dan digitalisasi wakaf.
“Bank Indonesia mendukung penguatan ekosistem wakaf melalui edukasi, pelatihan nazhir, dan integrasi teknologi digital. Wakaf harus menjadi bagian dari gaya hidup ekonomi syariah yang modern dan inklusif,” ungkapnya.
Forum ini juga menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Kepala Bappeda Aceh, Staf Khusus Gubernur Aceh, dan Founder Good News From Indonesia (GNFI), yang memperkaya diskusi dengan perspektif kebijakan pembangunan, gerakan sosial wakaf, hingga penguatan narasi positif bagi generasi muda.
Aceh memiliki posisi strategis dalam pengembangan wakaf, didukung oleh kekhususan hukum dan kelembagaan melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 dan berbagai Qanun terkait. Namun demikian, tantangan seperti keterbatasan inovasi pembiayaan, minimnya strategi komunikasi publik, dan belum optimalnya integrasi wakaf dalam kebijakan pembangunan masih perlu diatasi.
Sebagai bagian dari inovasi Meuseuraya Festival, Bank Indonesia Aceh memperkenalkan program “Pojok Berkah”, sebuah booth wakaf berbasis gaya hidup. Masyarakat dapat berwakaf sambil menikmati kopi khas Aceh, menjadikan wakaf sebagai aktivitas yang menyenangkan dan bermakna. Dana yang terkumpul akan disalurkan ke Wakaf Produktif Yayasan Wakaf Haroen Aly Dayah Quran Aceh, guna mendukung program sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Melalui forum ini, diharapkan lahir rekomendasi strategis dan kemitraan nyata antar pemangku kepentingan, sehingga terbangun ekosistem wakaf yang inklusif, inovatif, dan berkelanjutan. Dengan demikian, Aceh diharapkan mampu menjadi model nasional dalam pengelolaan wakaf produktif, serta memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia.[]