DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Syiah Kuala (USK), Haqul Baramsyah, yang menilai konsep Tambang Rakyat merupakan langkah positif, asalkan dijalankan sesuai prinsip pertambangan yang baik dan berizin resmi.
Menurut Haqul, pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dapat menjadi solusi bagi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup pada aktivitas tambang tanpa izin.
Namun, ia menekankan pentingnya tata kelola dan penggunaan teknologi yang tepat agar sumber daya mineral dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.
“Kalau memang mau dibuat Tambang Rakyat, maka harus jelas dulu arah dan mekanismenya. Biasanya, WPR itu disiapkan lebih dulu baru masyarakat bisa menambang di sana. Selama semua izinnya terpenuhi, saya kira tidak ada masalah dari awal,” ujar Haqul, saat diwawancarai media dialeksis.com di Banda Aceh, Sabtu (25/10/2025).
Ia menjelaskan, persoalan utama dari tambang rakyat bukan hanya soal izin, tetapi juga cara penambangan yang belum sesuai kaidah teknis. Akibatnya, banyak sumber daya alam yang seharusnya masih bisa dimanfaatkan justru terbuang.
“Kalau tambangnya tidak menggunakan teknologi yang sesuai, maka ada kemungkinan sumber daya yang ada itu tidak ditambang secara maksimal. Ini bisa disebut sebagai bentuk tidak optimalnya konservasi sumber daya. Ketika wilayah tambang sudah dianggap tidak ekonomis, padahal masih banyak potensi yang tertinggal, itu merugikan semua pihak,” jelasnya.
Karena itu, Haqul menegaskan pentingnya penerapan prinsip Good Mining Practice atau praktik pertambangan yang baik dan benar dalam setiap kegiatan tambang rakyat.
“Tambang rakyat berizin itu bagus, tapi syaratnya harus mengikuti Good Mining Practice. Semua aturan dan kewajiban, termasuk izin lingkungan dan reklamasi, harus dipenuhi sejak awal,” tambahnya.
Sebagai akademisi, Haqul juga memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah daerah agar polemik tambang rakyat tidak berujung pada kekacauan di lapangan.
Pertama, ia meminta agar pemerintah menindaklanjuti izin usaha pertambangan (IUP) yang telah terbit tetapi belum dijalankan oleh pemiliknya.
“IUP yang sudah ada itu sebaiknya dikejar pemiliknya supaya benar-benar dilaksanakan. Kan izinnya sudah keluar, tapi tambangnya tidak dijalankan. Kalau dibiarkan, orang lain bisa masuk, dan itu jadi tambang ilegal. Padahal wilayahnya sudah punya izin resmi dari instansi atau perusahaan tertentu,” ujarnya.
Menurut Haqul, pemerintah perlu menegaskan posisi wilayah-wilayah berizin tersebut. Jika memang tidak dimanfaatkan oleh pemegang IUP, sebaiknya dikembalikan kepada negara dan bisa dialihkan untuk kepentingan tambang rakyat.
“Kalau pemilik IUP tidak menambang, ya kembalikan saja ke negara. Setelah itu bisa dimasukkan ke dalam wilayah pertambangan rakyat. Itu mungkin bisa jadi solusi yang realistis,” ucapnya.
Namun, Haqul juga mengingatkan bahwa konsep Tambang Rakyat tidak lepas dari persoalan tanggung jawab lingkungan, terutama terkait reklamasi pasca tambang.
“Masalahnya, kalau kita bilang ini tambang rakyat, maka beban reklamasi nanti bisa jatuh ke pemerintah. Nah, pertanyaannya, sanggup tidak pemerintah menanggung itu?” katanya.
Ia menegaskan bahwa dalam sistem pertambangan dengan IUP, setiap perusahaan wajib menyiapkan jaminan reklamasi di awal sebelum menambang. Mekanisme ini penting untuk memastikan keberlanjutan lingkungan apabila tambang berhenti beroperasi.
“Semua IUP wajib memberikan jaminan reklamasi di awal, agar kalau perusahaan kabur, pemerintah masih bisa melakukan reklamasi. Tapi untuk tambang rakyat, apakah mereka juga wajib seperti itu? Ini jadi pertanyaan serius yang harus dijawab oleh regulator,” jelasnya.
Haqul Baramsyah menilai bahwa pengelolaan tambang rakyat bisa menjadi jalan tengah antara kepentingan ekonomi masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Namun, langkah itu hanya bisa berhasil jika pemerintah, akademisi, dan pelaku tambang duduk bersama menyusun tata aturan yang jelas, terukur, dan berbasis keilmuan.
“Tambang rakyat jangan hanya dijadikan solusi politis atau populis. Ini harus berbasis data geologi, izin yang sah, dan pengawasan ketat. Kalau dijalankan dengan benar, tambang rakyat bisa menjadi kekuatan ekonomi baru yang tetap menjaga kelestarian alam Aceh,” tutup Haqul. [nh]