DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Pemadaman listrik massal yang melanda hampir seluruh Aceh sejak Senin sore (29/9/2025) hingga selasa hari ini kembali menyulut kegelisahan publik. Tidak hanya aktivitas rumah tangga dan bisnis yang terganggu, dunia pendidikan pun ikut menjadi korban.
Di Universitas Malikussaleh (Unimal), Kampus Bukit Indah Lhokseumawe, kegiatan belajar-mengajar bahkan seminar akademik terganggu total akibat padamnya aliran listrik. Beberapa aula yang digunakan untuk agenda resmi mahasiswa dan dosen terpaksa menghentikan jalannya acara.
“Bayangkan saja, semua aula sedang dipakai untuk kuliah umum, sidang, dan seminar, tapi tiba-tiba lampu dan AC mati. Suasana menjadi kacau, peserta tidak fokus, dan sebagian kegiatan harus dihentikan. Ini bukan hanya soal mati lampu, tapi soal bagaimana negara hadir menjamin kebutuhan dasar masyarakat,” tegas Akademisi Unimal, Teuku Kemal Pasya, saat dimintai tanggapannya oleh media dialeksis.com, Selasa (30/9/2025).
Menurut Teuku Kemal, pemadaman listrik bukan peristiwa sepele, apalagi jika sudah berulang dan berdampak luas. Kampus, rumah sakit, perkantoran, hingga pusat layanan publik tidak bisa berjalan dengan baik tanpa pasokan listrik yang stabil.
“Setiap kali PLN berbicara tentang perbaikan sistem, yang dikorbankan adalah masyarakat. Padahal dunia pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik membutuhkan listrik yang stabil. Kalau PLN bilang ini demi penguatan sistem, mengapa tidak dilakukan dengan perencanaan yang matang, sehingga tidak melumpuhkan kegiatan masyarakat?” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa penjelasan teknis dari PLN tidak cukup untuk meredam kekecewaan publik. Ia menilai ada masalah mendasar pada manajemen kelistrikan di Aceh yang harus segera dibenahi.
“Kita hidup di daerah yang punya gas, punya energi terbarukan, bahkan punya potensi panas bumi. Tapi anehnya, Aceh justru sering menjadi daerah yang gelap gulita. Ini pertanyaan besar, di mana perencanaan energi kita selama ini?” ungkapnya.
Ia menambahkan, pemerintah dan PLN seharusnya tidak hanya bicara teknis, tapi juga membangun komunikasi yang transparan serta memberikan kompensasi kepada masyarakat atau lembaga yang dirugikan.
“Kalau listrik mati berjam-jam, mahasiswa kehilangan kesempatan belajar, pedagang kehilangan omset, bahkan ada pasien rumah sakit yang terancam keselamatannya. Apakah cukup hanya dengan permintaan maaf?” tanya Teuku Kemal.
Lebih jauh, Teuku Kemal menegaskan bahwa krisis listrik berulang di Aceh bisa menghambat cita-cita pembangunan daerah. Baginya, bagaimana Aceh bisa bicara investasi, digitalisasi, dan peningkatan daya saing jika pasokan listrik masih tidak stabil.
“Ketika listrik padam, bukan hanya lampu yang mati, tapi juga semangat masyarakat untuk percaya bahwa Aceh siap menjadi daerah maju. Kalau ini terus terjadi, maka investor pun akan berpikir dua kali,” ujarnya.
Ia meminta agar pemerintah Aceh, PLN, dan seluruh pemangku kepentingan segera duduk bersama mencari solusi permanen.
“Jangan biarkan mati lampu menjadi wajah Aceh di mata publik. Kita harus berani menuntut sistem kelistrikan yang lebih modern, transparan, dan berkeadilan,” pungkas Teuku Kemal.
Sementara itu, PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Aceh dalam keterangan resminya menjelaskan bahwa pemadaman kali ini terjadi akibat kegiatan penguatan sistem pada interkoneksi transmisi 150 kilovolt (kV) rute Bireuen“Arun.
“Langkah penguatan sistem ini bagian dari upaya meningkatkan keandalan pasokan listrik. Namun, memang berdampak pada terganggunya sistem kelistrikan sehingga mengakibatkan pemadaman di beberapa area,” jelas Manager Komunikasi & TJSL PLN UID Aceh, Lukman Hakim.
Lukman menyebut, ratusan personel PLN telah diterjunkan untuk mempercepat pemulihan jaringan. Ia juga mengimbau masyarakat agar memutus aliran listrik ke alat elektronik untuk menghindari kerusakan akibat fluktuasi arus. [nh]